Senin, 08 Februari 2010

Tugas kuliah Dasar Epidemiologi

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, banyak persoalan atau masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit sosial seperti kenakalan remaja. Persoalan kenakalan remaja di negara kita beberapa tahun belakangan ini telah memasuki titik kritis. Selain frekuensi dan intensitasnya terus meningkat, kenakalan remaja saat ini sudah mengarah pada perbuatan yang melanggar norma, hukum, dan agama. Betapa sering kita sekarang ini dikejutkan oleh berita-berita kenakalan remaja yang sudah melewati batas. Ada anak-anak yang tega membunuh ayah kandungnya gara-gara tidak mau membelikan sepeda motor. Ada pula yang dengan sadis mencederai atau menganiaya teman sekolahnya hanya sekedar untuk meminta sejumlah uang. Belum lagi banyaknya remaja yang sudah memiliki kebiasaan buruk seperti merokok, minum-minuman keras, berjudi, berkelahi, membuat keonaran, merusak serta melakukan seks bebas dan mengkonsumsi narkoba.
Pada usia remaja timbul keinginan untuk lebih menarik perhatian dari orang lain di sekelilingnya, sehingga remaja yang tidak mendapat perhatian di dalam rumah mencari perhatian di luar rumah bahkan dengan melakukan pelanggaran-pelanggaran. Tindakan remaja melanggar hukum, norma masyarakat, dan tata tertib sekolah disebut kenakalan remaja. Faktor-faktor yang menyebabkan kenakalan remaja antara lain identitas, konsep diri, kontrol diri, usia, jenis kelamin, harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah, proses keluarga, pengaruh teman sebaya, kelas sosial ekonomi dan kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal, semua faktor tersebut memiliki kontribusi terhadap kecenderungan kenakalan remaja. Simandjuntak (1984) berpendapat bahwa secara garis besar munculnya perilaku delinkuen pada remaja disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksud meliputi karakteristik kepribadian, nilai-nilai yang dianut, sikap negatif terhadap sekolah, serta kondisi emosi remaja yang labil. Adapun faktor eksternal mancakup lingkungan rumah atau keluarga, sekolah, media massa, dan keadaan sosial ekonomi. Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat dipahami bahwa kecenderungan berperilaku delikuen pada remaja dipengaruhi oleh konsep diri individu yang bersangkutan dan peran keluarga yang didapatnya. Hal ini tentu berdampak semakin berkurangnya kecenderungan berperilaku nakal atau negatif, karena di dalam keluarga harmonis anak diajarkan apa itu tanggungjawab dan kewajiban, mengajarkan berbagai norma yang berlaku di masyarakat dan keterampilan lainnya agar anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan serta dapat mencapai kematangan secara keseluruhan baik emosi maupun kematangan secara sosial. Suasana harmonis yang dirasakan remaja, secara tidak langsung berpengaruh terhadap pembentukan kepribadiannya dalam hal ini konsep diri. Remaja yang mempunyai konsep diri positif ditandai dengan kemampuan individu di dalam mengontrol diri dan mengelola faktor- faktor perilaku yang sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan sosial, sehingga dapat mengurangi perilaku negatif atau kenakalan pada remaja.
Dalam makalah ini kami membahas salah satu contoh penyakit sosial yaitu kenakalan remaja berdasarkan konsep timbulnya penyakit menggunakan segitiga epidemiologi dan jaring-jaring sebab-akibat.

1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana timbulnya penyakit sosial dilihat dengan konsep segitiga epidemiologi ?
2. Bagaimana timbulnya penyakit sosial dilihat dengan jaring-jaring sebab-akibat ?

1.3 Tujuan
1. untuk mengetahui sebab penyakit sosial berdasarkan konsep segitiga epidemiologi.
2. untuk mengetahui sebab penyakit sosial berdasarkan jaring-jaring sebab-akibat.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah Juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau peneror, durjana dan lain sebagainya. Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal.(Kartono, 2003). Mussen dkk (1994), mendefinisikan kenakalan remaja sebagai perilaku yang melanggar hukum atau kejahatan yang biasanya dilakukan oleh anak remaja yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum. Hurlock (1973) juga menyatakan kenakalan remaja adalah tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh remaja, dimana tindakan tersebut dapat membuat seseorang individu yang melakukannya masuk penjara. Sama halnya dengan Conger (1976) & Dusek (1977) mendefinisikan kenakalan remaja sebagai suatu kenakalan yang dilakukan oleh seseorang individu yang berumur di bawah 16 dan 18 tahun yang melakukan perilaku yang dapat dikenai sangsi atau hukuman. Sarwono (2002) mengungkapkan kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana, sedangkan Fuhrmann (1990) menyebutkan bahwa kenakalan remaja suatu tindakan anak muda yang dapat merusak dan menggangu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Santrock (1999) juga menambahkan kenakalan remaja sebagai kumpulan dari berbagai perilaku, dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan kenakalan remaja adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun.


2.2 Bentuk dan Aspek-Aspek Kenakalan Remaja
Menurut Kartono (2003), bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja dibagi menjadi empat, yaitu :
a. Kenakalan terisolir (Delinkuensi terisolir)
Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal mereka didorong oleh faktor-faktor berikut :
1) Keinginan meniru dan ingin konform dengan gangnya, jadi tidak ada motivasi, kecemasan atau konflik batin yang tidak dapat diselesaikan.
2) Mereka kebanyakan berasal dari daerah kota yang transisional sifatnya yang memiliki subkultur kriminal. Sejak kecil remaja melihat adanya gang-gang kriminal, sampai kemudian dia ikut bergabung. Remaja merasa diterima, mendapatkan kedudukan hebat, pengakuan dan prestise tertentu.
3) Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, dan mengalami banyak frustasi. Sebagai jalan keluarnya, remaja memuaskan semua kebutuhan dasarnya di tengah lingkungan kriminal. Gang remaja nakal memberikan alternatif hidup yang menyenangkan.
4) Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan supervisi dan latihan kedisiplinan yang teratur, sebagai akibatnya dia tidak sanggup menginternalisasikan norma hidup normal. Ringkasnya, delinkuen terisolasi itu mereaksi terhadap tekanan dari lingkungan sosial, mereka mencari panutan dan rasa aman dari kelompok gangnya, namun pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya, paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perilakunya pada usia 21-23 tahun. Hal ini disebabkan oleh proses pendewasaan dirinya sehingga remaja menyadari adanya tanggung jawab sebagai orang dewasa yang mulai memasuki peran sosial yang baru.
b. Kenakalan neurotik (Delinkuensi neurotik)
Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa dan lain sebagainya. Ciri - ciri perilakunya adalah :
1) Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang sangat dalam, dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma dan nilai subkultur gang yang kriminal itu saja.
2) Perilaku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaikan, karena perilaku jahat mereka merupakan alat pelepas ketakutan, kecemasan dan kebingungan batinnya.
3) Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekkan jenis kejahatan tertentu, misalnya suka memperkosa kemudian membunuh korbannya, kriminal dan sekaligus neurotik.
4) Remaja nakal ini banyak yang berasal dari kalangan menengah, namun pada umumnya keluarga mereka mengalami banyak ketegangan emosional yang parah, dan orangtuanya biasanya juga neurotik atau psikotik.
5) Remaja memiliki ego yang lemah, dan cenderung mengisolir diri dari lingkungan.
6) Motif kejahatannya berbeda-beda.
7) Perilakunya menunjukkan kualitas kompulsif (paksaan).

c. Kenakalan psikotik (Delinkuensi psikopatik)
Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku mereka adalah :
1) Hampir seluruh remaja delinkuen psikopatik ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras namun tidak konsisten, dan orangtuanya selalu menyia-nyiakan mereka, sehingga mereka tidak mempunyai kapasitas untuk menumbuhkan afeksi dan tidak mampu menjalin hubungan emosional yang akrab dan baik dengan orang lain.
2) Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau melakukan pelanggaran.
3) Bentuk kejahatannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau dan tidak dapat diduga. Mereka pada umumnya sangat agresif dan impulsif, biasanya mereka residivis yang berulang kali keluar masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki.
4) Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan normanorma sosial yang umum berlaku, juga tidak peduli terhadap norma subkultur gangnya sendiri.
5) Kebanyakan dari mereka juga menderita gangguan neurologis, sehingga mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri. Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental dengan karakteristik sebagai berikut: tidak memiliki pengorganisasian dan integrasi diri, orangnya tidak pernah bertanggung jawab secara moral, selalu mempunyai konflik dengan norma sosial dan hukum. Mereka sangat egoistis, anti sosial dan selalu menentang apa dan siapapun. Sikapnya kasar, kurang ajar dan sadis terhadap siapapun tanpa sebab.
d. Kenakalan defek moral (Delinkuensi defek moral)
Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri: selalu melakukan tindakan anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun ada disfungsi pada inteligensinya. Kelemahan para remaja delinkuen tipe ini adalah mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin melakukan perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan, rasa kemanusiaannya sangat terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi ada kemiskinan afektif dan sterilitas emosional. Terdapat kelemahan pada dorongan instinktif yang primer, sehingga pembentukan super egonya sangat lemah. Impulsnya tetap pada taraf primitif sehingga sukar dikontrol dan dikendalikan. Mereka merasa cepat puas dengan prestasinya, namun perbuatan mereka sering disertai agresivitas yang meledak. Remaja yang defek moralnya biasanya menjadi penjahat yang sukar diperbaiki. Mereka adalah para residivis yang melakukan kejahatan karena didorong oleh naluri rendah, impuls dan kebiasaan primitif, di antara para penjahat residivis remaja, kurang lebih 80 % mengalami kerusakan psikis, berupa disposisi dan perkembangan mental yang salah, jadi mereka menderita defek mental. Hanya kurang dari 20 % yang menjadi penjahat disebabkan oleh faktor sosial atau lingkungan sekitar. Jensen (dalam Sarwono, 2002) membagi kenakalan remaja menjadi empat bentuk yaitu:
a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain- lain.
b. Kenakalan yang meninbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan dan lain- lain.
c. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas.
d. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah, membantah perintah. Hurlock (1973) berpendapat bahwa kenakalan yang dilakukan remaja terbagi dalam empat bentuk, yaitu:
a. Perilaku yang menyakiti diri sendiri dan orang lain.
b. Perilaku yang membahayakan hak milik orang lain, seperti merampas, mencuri, dan mencopet.
c. Perilaku yang tidak terkendali, yaitu perilaku yang tidak mematuhi orangtua dan guru seperti membolos, mengendarai kendaran dengan tanpa surat izin, dan kabur dari rumah.
d. Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, seperti mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, memperkosa dan menggunakan senjata tajam.
Dari beberapa bentuk kenakalan pada remaja dapat disimpulkan bahwasemuanya menimbulkan dampak negatif yang tidak baik bagi dirinya sendiri danorang lain, serta lingkungan sekitarnya. Adapun aspek-aspeknya diambil dari pendapat Hurlock (1973) & Jensen (dalam Sarwono, 2002). Terdiri dari aspek perilaku yang melanggar aturan dan status, perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, perilaku yang mengakibatkan korban materi, dan perilaku yang mengakibatkan korban fisik.
2.3 Karakteristik Remaja Nakal
Menurut Kartono (2003), remaja nakal itu mempunyai karakteristik umum yang sangat berbeda dengan remaja tidak nakal. Perbedaan itu mencakup :
a. Perbedaan struktur intelektual
Pada umumnya inteligensi mereka tidak berbeda dengan inteligensi remaja yang normal, namun jelas terdapat fungsi- fungsi kognitif khusus yang berbeda biasanya remaja nakal ini mendapatkan nilai lebih tinggi untuk tugas-tugas prestasi daripada nilai untuk ketrampilan verbal (tes Wechsler). Mereka kurang toleran terhadap hal-hal yang ambigius biasanya mereka kurang mampu memperhitungkan tingkah laku orang lain bahkan tidak menghargai pribadi lain dan menganggap orang lain sebagai cerminan dari diri sendiri.
b. Perbedaan fisik dan psikis
Remaja yang nakal ini lebih “idiot secara moral” dan memiliki perbedaan ciri karakteristik yang jasmaniah sejak lahir jika dibandingkan dengan remaja normal. Bentuk tubuh mereka lebih kekar, berotot, kuat, dan pada umumnya bersikap lebih agresif. Hasil penelitian juga menunjukkan ditemukannya fungsi fisiologis dan neurologis yang khas pada remaja nakal ini, yaitu: mereka kurang bereaksi terhadap stimulus kesakitan dan menunjukkan ketidakmatangan jasmaniah atau anomali perkembangan tertentu.
c. Ciri karakteristik individual
Remaja yang nakal ini mempunyai sifat kepribadian khusus yang menyimpang, seperti :
1) Rata-rata remaja nakal ini hanya berorientasi pada masa sekarang, bersenang-senang dan puas pada hari ini tanpa memikirkan masa depan.
2) Kebanyakan dari mereka terganggu secara emosional.
3) Mereka kurang bersosialisasi dengan masyarakat normal, sehingga tidak mampu mengenal norma-norma kesusilaan, dan tidak bertanggung jawab secara sosial.
4) Mereka senang menceburkan diri dalam kegiatan tanpa berpikir yang merangsang rasa kejantanan, walaupun mereka menyadari besarnya risiko dan bahaya yang terkandung di dalamnya.
5) Pada umumnya mereka sangat impulsif dan suka tantangan dan bahaya.
6) Hati nurani tidak atau kurang lancar fungsinya.
7) Kurang memiliki disiplin diri dan kontrol diri sehingga mereka menjadi liar dan jahat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja nakal biasanya berbeda dengan remaja yang tidak nakal. Remaja nakal biasanya lebih ambivalen terhadap otoritas, percaya diri, pemberontak, mempunyai kontrol diri yang kurang, tidak mempunyai orientasi pada masa depan dan kurangnya kemasakan sosial, sehingga sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecenderungan Kenakalan Remaja
Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Santrock, (1996) lebih rinci dijelaskan sebagai berikut :
a. Identitas
Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam Santrock, 1996) masa remaja ada pada tahap di mana krisis identitas versus difusi identitas harus di atasi. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada kepribadian remaja: (1) terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya dan (2) tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari remaja. Erikson percaya bahwa delinkuensi pada remaja terutama ditandai dengan kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan aspek-aspek peran identitas. Ia mengatakan bahwa remaja yang memiliki masa balita, masa kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi mereka dari berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat mereka merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang dibebankan pada mereka, mungkin akan memiliki perkembangan identitas yang negatif. Beberapa dari remaja ini mungkin akan mengambil bagian dalam tindak kenakalan, oleh karena itu bagi Erikson, kenakalan adalah suatu upaya untuk membentuk suatu identitas, walaupun identitas tersebut negatif.
b. Kontrol diri
Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka. Hasil penelitian yang dilakukan baru-baru ini Santrock (1996) menunjukkan bahwa ternyata kontrol diri mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja. Pola asuh orangtua yang efektif di masa kanak-kanak (penerapan strategi yang konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan memiliki ketrampilan ini sebagai atribut internal akan berpengaruh pada menurunnya tingkat kenakalan remaja.
c. Usia
Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan, seperti hasil penelitian dari McCord (dalam Kartono, 2003) yang menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perbuatannya pada usia 21 sampai 23 tahun.


d. Jenis kelamin
Remaja laki- laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) pada umumnya jumlah remaja laki- laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat daripada gang remaja perempuan.
e. Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah
Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai motivasi untuk sekolah. Riset yang dilakukan oleh Janet Chang dan Thao N. Lee (2005) mengenai pengaruh orangtua, kenakalan teman sebaya, dan sikap sekolah terhadap prestasi akademik siswa di Cina, Kamboja, Laos, dan remaja Vietnam menunjukkan bahwa faktor yang berkenaan dengan orangtua secara umum tidak mendukung banyak, sedangkan sikap sekolah ternyata dapat menjembatani hubungan antara kenakalan teman sebaya dan prestasi akademik.
f. Proses keluarga
Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-rekannya (dalam Santrock, 1996) menunjukkan bahwa pengawasan orangtua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesuai merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan munculnya kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga atau stress yang dialami keluarga juga berhubungan dengan kenakalan. Faktor genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan remaja, meskipun persentasenya tidak begitu besar.
g. Pengaruh teman sebaya
Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan risiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (1996) terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melakukan kenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang lebih tinggi pada remaja yang memiliki hubungan reguler dengan teman sebaya yang melakukan kenakalan.

h. Kelas sosial ekonomi
Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan 50 : 1 (Kartono, 2003). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah untuk mengembangkan ketrampilan yang diterima oleh masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan anti sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri setelah melakukan kenakalan.
i. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal
Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah faktor- faktor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan kenakalan remaja. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berperan menyebabkan timbulnya kecenderungan kenakalan remaja adalah faktor keluarga yang kurang harmonis dan faktor lingkungan terutama teman sebaya yang kurang baik, karena pada masa ini remaja mulai bergerak meninggalkan rumah dan menuju teman sebaya, sehingga minat, nilai, dan norma yang ditanamkan oleh kelompok lebih menentukan perilaku remaja dibandingkan dengan norma, nilai yang ada dalam keluarga dan masyarakat.
2.5 Pencegahan kenakalan remaja
Kenakalan remaja kita sangat meningkat baik kuantitas maupun kualitas, hal ini sangat mengkhawatirkan kita semua, mulai dari tawuran, pembajakan bis, pemalakan, pencurian, pelecehan seksual, kapak merah, dll. Keadaan demikian sangat memprihatinkan kita semua mengingat kenakalan remaja sudah melampaui batas yang wajar, bahkan sudah sama dengan bentuk kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa. Kenakalan remaja bukan hanya melanda keluarga kelas menengah kebawa saja, namun juga keluarga menengah ke atas seperti : pencurian barang keluarga akibat kecanduan narkoba . Ini merupakan ekses dari kemajuan dan berkembangnya pergaulan kota metropolitan tanpa dibarengi oleh peningkatan perbaikan moral dan agama pada kaum remaja. Kekhwatiran orang tua sangat beralasan mungkin saja anaknya terlibat dalam kenakalan yang melampaui batas ,karena pergaulan yang kurang baik seperti: tawuran pelajar dan juga lingkungan yang negative penuh dengan anak nakal, merokok dan narkoba. Bentuk-bentuk kenakalan remaja beraneka ragam mulai berani membangkang terhadap orang tua, sering bolos sekolah, aksi corat-coret gedung dan fasilitas umum, memalak pelajar lain,merokok, minuman beralkohol,sex bebas, tindak pencabulan, narkoba, tawuran remaja sampai perampokan dan pembajakan bisdengan kekerasan dan ancaman senjata tajam. Sangat ironis sekali,bila kita membiarkan begitu saja atas kenakalan remaja yang begitu sudah melampaui batas dan perlu penangan serius dari orang tua.Kita sebagai orang tua tidak boleh menyerahkan sepenuhnya pada pendidikan sekolah dan lingkungan, kita perlu terlibat aktif dalam membentuk akhlak anak kita dengan memberi pembinaan budi pekerti dan spriritual (agama). Seorang remaja perlu contoh tauladan dalam mencari jatidirinya, disini perlu tokoh panutan yang menjadi teladan yang patut dicontoh dan ditiru, sehingga mereka tidak salah meniru. Tokoh yang pantas ditiru adalah orang tua sendiri, bila orang tua tak dapat dijadikan tokoh panutan ,maka sang anak akan mencari panutan di luar rumah.
2.6 Kenakalan Remaja Dapat Dicegah dengan Psychotronica
Ada pepatah mengatakan bergaul dengan tukang ikan kita akan terkena bau amisnya, bergaul dengan tukan parfum, kita akan terkena wanginya. Hal ini berlaku juga bagi anak remaja kita dalam mencari pergaulannya di luar rumah, sebaiknya sebagai orang tua turut memantau dan mengarahkan dalam mencari teman yang baik, jangan sampai terjerumus dengan teman-teman yang kurang baik perangainya. Sebaiknya anak kita diarahkan pada pergaulan yang sifat religius misalnya: remaja masjid atau gereja, agar semua aktifitasnya mengarah kepada aktifitas social dan keagamaan. Namun bagi yang telah terjangkit kenakalan remaja perlu penanganan represif agar segera melepaskan dirinya dari pergaulan yang selama ini dia gauli, agar dapat memperbaiki sikap mental yang keliru dan menyadarkan sang anak, bahwa apa yang dilakukan telah keliru dan menjelaskan dampak-dampak yang diakibatkan oleh perbuatannya. Perlu waktu untuk menata kembali, sikap mentalnya dapat kembali kepada kehidupan yang lebih baik. Lembaga Psychotronica Indonesia, sangat prihatin dengan kenakalan remaja yang meningkat tajam baik kuatitas maupun kualitasnya, untuk ini lembaga ini menyelelenggarakan Pelatihan SDM Psychotronica untuk masyarakat agar terwujud masyarakat yang tenteram dan damai. Dalam penyelesaikan kenakalan remaja , metode pelatihan Psychotronica telah terbukti mampu meredam tingkat kenakalan remaja dengan memberikan konsep Kesadaran diri dan aplikasi untuk memperbaiki sikap mental yang negative menjadi sikap positif dan Ikhlas. Dengan melatih kesadaran diri agar lebih mengenal diri (tahu diri), sehingga membentuk jati diri yang tangguh, karena dilatih untuk menguasai 10 kemampuan diri Psychotronica. Konsep pelatihan Psychotronica melatih untuk selalu berpikir positif dan ikhlas dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi dasar untuk menanamkan sikap mental yang positif. Dan merupakan modal awal untuk pembinaan akhlak yan baik untuk anak remaja, apabila ini sudah merupakan habit atau kebiasaan yang dilakukan sehari-hari , segala niat dan tindakan tindakan negative akan berkurang. Dalam metode Psychotronica dilatih untuk memiliki jiwa mandiri, dengan kemampuan yang dimiliki akan meningkatkan kepercayaan diri dan mampu untuk meperbaiki perilaku buruk dengan sugesti diri dengan energi. Ikutilah anak remaja anda dalam pelatihan SDM alternative Psychotronica agar dapat memperbaiki diri dan menemukan jati dirinya dengan baik, disamping itu pula akan dilatih memiliki kemampuan diri, agar tertanam jiwa kemandirian dan memiliki kesadaran diri yang positif.
2.7 Konsep Terjadinya Penyakit
Agen / Penyebab Penyakit
 Dapat berupa benda hidup/mati dan faktor mekanis
 Kadang-kadang untuk penyakit tertentu penyebabnya tidak diketahui  ulcus pepticum, coronany heart disease dan lain-lain.
 Diklasifikasikan dalam 5 kelompok :
1) Agen biologis : Virus, bakteri, fungsi protozoa, metazoa
2) Agen nutrien : Protein, lemak, K.H., vitamin, mineral, air.
3) Agen fisik : Panas, radiasi, dingin, kelembaban, tekanan.
4) Agen Chemis : Endogendus  acidosis, diabetes/ hiperglikemia, uremia.
Exogendus  zat kimia, allergen, gas, debu dan lain-lain.
5) Agen mekanis : Gesekan, benturan, pukulan yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.
Host (Pejamu)
Faktor manusia sangat komplek dalam proses terjadinya penyakit dan tergantung pada karakteristik yang dimiliki masing-masing individu.
1). Umur
Menyebabkan adanya perbedaan jenis penyakit yang diderita.
- Smallpox : anak-anak
2). Seks
- Frekuensi penyakit pria lebih besar dari wanita
- Risiko kehamilan hanya pada wanita
- Hipertropi prostat  pria
3). Ras
- Tergantung perkembangan adat istiadat dan kebudayaan
- Ada penyakit tertentu pada ras tertentu, sickle cell anemia pada ras Negro
4). Genetik
Ada penyakit tertentu yang diturunkan secara herediter : mongolism, fenilketonuria, buta warna, hemofilia dan lain-lain.
5). Pekerjaan
Berhubungan erat dengan penyakit akibat keracunan, kecelakaan, silicosis, asbestosis dan lain-lain.
6). Nutrisi
- Gizi jelek  mudah menderita penyakit infeksi seperti TBC.
- Kelainan Gizi  obesitas, DM dll.
7). Status kekebalan
- Reaksi tubuh terhadap penyakit tergantung dari status kekebalan yang dimiliki sebelumnya.
8). Adat istiadat
- Kebiasaan makan ikan mentah  penyakit cacing hati
9). Gaya hidup
Kebiasaan minum alkohol, obat-obatan dan merokok  menimbulkan gangguan kesehatan
10). Psikis
Faktor kejiwaan seperti stres  hipertensi, ulkus peptikum, insomnia dll.

Environment / Lingkungan

1. Lingkungan Hidup Internal
Berupa keadaan yang dinamis dan seimbang yang disebut homeostasis
2. Lingkungan Hidup Eksternal :
a. Lingkungan fisik
Bersifat abiotik/benda mati seperti air, udara, tanah, cuaca, makanan, rumah, panas, sinar, radiasi dan lain-lain.
Lingkungan ini berinteraksi secara konstan dengan manusia sepanjang waktu dan masa, serta memegang peranan penting dalam proses terjadinya penyakit pada manusia.
Musim kemarau  persediaan air bersih menurun  diare
b. Lingkungan biologis :
Bersifat biotik/ benda hidup seperti tumbuhan, hewan, virus, bakteri, jamur, parasit, serangga dll.
Berfungsi sebagai agen penyakit, reservoir infeksi, vektor penyakit dan hospes intermediate.
c. Lingkungan sosial
Berupa kultur, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, agama, sikap dan gaya hidup, pekerjaan, kehidupan kemasyarakatan, orsospol.













BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Konsep dasar penyakit social berdasarkan segitiga epidemiologi
Penyakit dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Penyakit menular
2. Penyakit tidak menular
3. Penyakit social
Yang termasuk penyakit sosial salah satunya adalah kenakalan remaja. Menurut konsep dasar timbulnya penyakit, ada tiga komponen penting yang berhubungan erat dalam proses terjadinya kenakalan remaja.

1.Host
yaitu semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya atau perjalanan suatu penyakit. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja antara lain :

1. Umur Remaja berusia 13-25thn
2. Seks Penyakit ini dapat terjadi pada semua orang baik pria maupun wanita
3. Ras Penyakit ini dapat terjadi pada semua ras tergantung perkembangan adat istiadat dan kebuayaan
4. Pekerjaan Berhubungan erat dengan pekerjaan malam (waiters cafe malam, bartender, SPG)
5. Gaya hidup  Konsumsi alkohol, obat, narkoba dan sering berganti-ganti pasangan
6. Psikis faktor kejiwaan(stress), kurang perhatian dan pengawasan, keinginan untuk mencoba hal-hal baru
2. Agent
yaitu suatu substansi atau elemen hidup atau bukan makhluk hidup yang kehadirannya atau ketidakhadirannya dapat menimbulkan atau mempengaruhi perjalanan suatu penyakit. Agent dari penyakit social ( kenakalan remaja ) dapat bersal dari media masa .



3.Environtmen

yaitu segala sesuatu yang mengelilingi dan juga kondisi luar manusia atau hewan yang menyebabkan atau memungkinkan penularan penyakit. Faktor-faktor lingkungan dapat mencakup aspek biologis, fisik lingkungan, dan social. Pada penyakit social ( kenakalan remaja ) dipengaruhi oleh lingkungan sosial, diantaranya :
• Adat istiadat  Gaya hidup bebas
• Kebiasaan  Browsing internet, membaca majalah, dan menonton televisi tanpa adanya pengawasan.
• Kepercayaan  Kurangnya pendidikan agama, lingkungan pergaulan yang buruk.
















3.2 Konsep dasar penyakit social berdasarkan jaring-jaring sebab akibat

Ekonomi  Pengetahuan
rendah rendah
Sulit cari
pekerjaan
Pendidikan
rendah
Kenakalan
Remaja
Broken  Kurang perhatian
home pengawasan
Salah
pergaulan
Lingkungan yang
tidak baik

Tindak
kriminal














Keterangan bagan :

Kenakalan remaja dapat disebabkan oleh beberapa factor, yang pertama yaitu ekonomi rendah. Karena keadaan ekonomi yang tidak mencukupi mengakibatkan seseorang tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak sehingga pengetahuan yang dimiliki terbatas (kurang/rendah). Karena factor tersebut berdampak pada sulitnya mencari pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan.
Factor selanjutnya yaitu timbulnya masalah dalam keluarga yang mengakibatkan perpisahan kedua orang tua. Hal terebut menyebabkan intensitas perhatian dan pengawasan orang tua terhadap anak berkurang. Oleh karena itu anak akan mencari perhatian lain dari lingkungan sekitan, tapi sayangnya keadaan remaja yang masih labil sering kali menyebabkan mereka masuk dalam lingkungan yang kurang baik sehingga remaja akan mudah terpengaruh dan pada akhirnya salah pergaulan.
Karena sulitnya mencari pekerjaan dan akibat dari salah pergaulan maka banyak remaja yang berfikiran sempit dengan mengambil jalan pintas seperti melakukan tindak criminal ( mencuri, mencopet, merampok, dll )


















BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Timbulnya penyakit sosial ( kenakalan remaja ) dipengaruhi oleh tiga konsep dasar, yaitu:
Host  manusia
Agent  media masa dan elektronik
Environment  lingkungan sosial
2. Timbulnya penyakit sosial ( kenakalan remaja ) dilihat dari konsep jaring-jaring sebab-akibat antara lain :
• Ekonomi rendah
• Pendidikan rendah
• Broken home
• Lingkungan yang tidak baik

4.2 Saran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar